TEORI KECERDASAN GANDA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH
ABSTRAK
Tulisan ini mencoba untuk ikutserta
memasyarakatkan dan menggugah gagasan bagaimana mengimplikasikan teori
kecerdasan ganda (multiple intelligences)
dalam penyusunan stategi pembelajaran di kelas. Teori kecerdasan ganda
merupakan konsep baru yang muncul sebagai kritik terhadap psikometrik yang
menganggap kecerdasan manusia hanya pada kemampuan kuantitatif dan verbal saja
(kemampuan otak kiri). selama berabad-abad dunia pendidikan hanya terfokus pada
pengembangan otak kiri dengan acuan psikometrik. Teori kecerdasan ganda yang
dipelopori oleh Gardner
(1983) telah muncul sebagai upaya untuk mengoptimalkan fungsi otak manusia. Gardner berhasil
mengeksplorasi dimensi lain dari kecerdasan manusia yang berada di otak kiri
dan kanan.
Gardner berhasil
mengidentifikasi 8 macam kecerdasan manusia, yakni musical/rhythmic intelligence bodily/kinesthetic intelligence, logical/mathematical
intelligence, visual/spatial intelligence, verbal/linguistic intelligence,
interpersonal intelligence, dan
intrapersonal intelligence, dan naturalistic
intelligence). Adanya berbagai jenis kecerdasan ini berimplikasi pada
strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh para pendidik dan orang tua.
Paradigma pembelajaran lama yang menganggap bahwa (1) di kelas terdapap anak yang bodoh,
sedang, dan pandai (2) penerapan starategi pembelajaran yang sama untuk semua
siswa, harus di rubah karena pada dasarnya semua siswa itu cerdas, hanya jenis kecerdasan yang dimiliki berbeda.
Perlakuan guru/orang tua terhadap siswa juga harus diubah karena suatu jenis
kecerdasan akan berbeda dalam hal gaya
belajarnya.
Sebagai sebuah
teori baru, teori kecerdasan ganda belum
memiliki standar penggunaan dan belum memiliki pola yang mapan dalam
pelaksanaannya di dunia pendidikan. Banyak kritik dan kepesimisan terhadap
aplikasi teori ini dalam pembelajaran di kelas, terutama dalam merumuskan
metode pembelajaran yang perlu sangat variatif dan kompleksitas pelaksanaan
test-nya. Oleh karena itu, sebagai pendidik perlu secara terus menerus
mengeksplorasi strategi pembelajaran yang sesuai agar masing-masing siswa
dengan jenis kecerdasan yang berbeda-beda, masing-masing dapat berkembang
sehingga di suatu kelas akan muncul para juara.
Kata
kunci: kecerdasan ganda, strategi pembelajaran
A. Pendahuluan
Manusia dikaruniai oleh Sang Khaliq otak yang mempunyai dimensi
kecerdasan yang kompleks, terutama kompleks dalam hal potensi yang dimilikinya.
Hanya saja otak manusia yang memiliki potensi besar sebagai sumber gagasan dan
penggerak segala aktivitas yang dapat melahirkan berbagai peradaban tidak
dikembangkan secara optimal. Dalam praktik pendidikan di berbagai negara selama
berabad-abad, termasuk di Indonesia
potensi otak ini belum dikembangkan secara optimal karena system pendidikan
yang berlaku hingga saat ini hanya berfokus pada otak luar bagian kiri. Otak
kiri berperan dalam pemrosesan logika/matematika, kata-kata (verbal), dan
urutan yang dominant untuk pembelajaran. Sementara otak kanan yang berurusan
dengan irama musik, gambar, dan imaginasi kreatif belum mendapat bagian yang
proporsional untuk dikembangkan (Kushartanti, 2004). Optimalisasi otak ini amat
diperlukan mengingat bahwa berbagai langkah untuk memajukan kehidupan ini,
termasuk di dalamnya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia diperlukan
gagasan baru dari otak yang seimbang.
Armstrong (1987) dalam bukunya
yang sangat terkenal “In their own way:
Discovering and encouraging your child’s personal learning style” menyindir
kondisi kegiatan pembelajaran saat ini dengan sebuah ilustrasi yang menarik,
menghentakkan, dan menyadarkan para orang tua, pendidik, dan para pemerhati
pendidikan akan kekeliruan praktik pendidikan yang telah mereka lakukan selama
ini. Alkisah, tersebarlah sebuah berita yang menggemparkan. Berita itu berasal dari dunia binatang, dimana
binatang-binatang besar hendak mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi
binatang-binatang kecil. Sekolah tersebut akan mengajarkan mata pelajaran
memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali. Hanya saja, para binatang
besar tidak bersepakat tentang mata pelajaran mana yang paling penting sesuai
dengan kebutuhan masing-masing binatang kecil. Akhirnya para binatang besar
memutuskan agar semua siswa menempuh seluruh mata pelajaran, jadi setiap siswa
wajib menempuh mata pelajaran memanjat,
terbang, berlari, berenang, dan menggali.
Pada saat-saat awal
pelaksanaan persekolahan yang diikuti oleh murid dari berbagai pelosok hutan
semuanya berjalan lancar, hingga pada suatu hari terjadi peristiwa yang merubah
suasana sekolah. Tersebutlah binatang bernama kelinci yang dalam kesehariannya piawai
dalam berlari mengalami kepayahan ketika mengikuti pelajaran berenang.
Belum elang yang memiliki sayap dan
cakar kokoh sangat kuat untuk terbang berkali-kali mengalami masalah ketika
mengikuti pelajaran menggali. Kelinci dan elang akhirnya harus mengikuti
pelajaran tambahan/les yang menyita banyak waktu. Sementara kemampuan terbang
elang yang hebat dan kemampuan lari kelinci yang lincah perlahan-lahan
terlupakan karena sibuk dengan palajaran barunya. Demikianlah masalah demi
masalah terjadi di sekolah tersebut.
B. Teori Kecerdasan Ganda
Gardner (1983) berhasil
mengidentifikasi tujuh macam kecerdasan, yang kemudian dikenal sebagai
kecerdasan ganda (Multiple Intelligence)
atau biasa disingkat dengan MI. Ketujuh jenis kecerdasan tersebut adalah musical/rhythmic intelligence bodily/kinesthetic
intelligence, logical/mathematical intelligence,
visual/spatial intelligence, verbal/linguistic intelligence, interpersonal
intelligence, dan intrapersonal intelligence
(dalam perkembangannya ditambah satu jenis kecerdasan sehingga menjadi delapan,
yakni naturalistic intelligence).
1. Kecerdasan
musical
Gardner
menyebut kecerdasan musical ini dengan istilah musical/ rhythmic intelligence.
Kecerdasan musical (KM) adalah kemampuan untuk menghasilkan dan
mengapresiasi musik. Kemampuan ini meliputi menyanyi, bersiul, memainkan
alat-alat musik, mengenal pola-pola nada, membuat komposisi musik, mengingat
melodi, memahami struktur dan irama musik. Gardner telah mengidentifikasi bahwa inti dasar KM musical meliputi aspek irama,
pola titinada, harmoni, dan timber, tetapi dia segera mengusulkan adanya
kekuatan emosional misterius dari musik. Dia menunjukkan beberapa fakta untuk
mendukung teorinya bahwa kemampuan musikan berfungsi seperti sebuah
intelegensi, yakni apa yang oleh composer disebut sebagai logical
musical thinking dan musical mind
(101-2). Kecerdasan musik merupakan kecerdasan yang paling awal berkembang
dalam diri manusia (Grow, 2005).
Menurut Mills (2001) ada dua
aspek penting dari teori MI yang
mempunyai hubungan signifikan terhadap alam kecerdasan musical. Pertama, ada premis bahwa kecerdasan
dapat dididikkan dan dikembangkan melalui persekolahan dan pembelajaran.
Sebagai contoh jika seseorang belajar memainkan sebuah instrument musik,
pengetahuan yang diperoleh adalah musical. Kedua, adalah premis bahwa
kecerdasan-kecerdasan tersebut masing-masing dapat digali sebagai suatu alat transmisi, sering diacu
sebagai entry point atau katalis
untuk pembelajaran semua sifat konten.
Gardner memuji contoh seorang
violinist bernama Yehudi Menuhin sebagai contoh yang jelas tentang kecerdasan
musical. Ketika Yehudi Menuhin berusia tiga tahun menyelinap di acara
konser Orchestra San Francisco dengan
orang tuanya. Suara violin Louis Persinger meresap dalam pikiran anak tersebut.
Pada ulang tahun kelahirannya, anak tersebut meminta hiburan violin dan
menjadikan Louis Passinger sebagai gurunya, dia memperoleh keduanya. Maka pada
waktu dia berumur sepuluh tahun telah meenjadi seorang pemain
internasional. Pada kasus Menuhin, sebagaimana juga Mozart, Boulez, dan
anak-anak berbakat lainnya, musik datang secara alami. Kemampuan memainkan dan mengkomposisi musik menunjukan
secara tepat ilmiah termasuk pada area
otak. Kemampuan musik masing-masing orang berbeda. Bahkan ada orang yang sama
sekali tidak tahu musik, tetapi tetap eksis dan hidup sukses
Carvin, 2005). Secara singkat dapat dikatakan bahwa meskipun kecerdasan musical
tidak tampak nyata sebagai suatu bentuk intelek sebagaimana kemampuan
matematika atau logika, dari sudut pandang neurologist, kemampuan kita untuk
memainkan dan memahami musik menimbulkan kerja secara independen dari bentuk-bentuk intelegensi lain.
2. Kecerdasan
Kinesthetic
Jenis kecerdasan ini berkaitan dengan
pengendalian gerakan badan. Pengenalian gerakan badan ini terletak di korteks
motoris dengan setiap belahan otak
mendominasi atau mengendalikan gerakan badan di sisi yang berlawanan (Gardner, 1983). Orang yang
cerdas secara kinesthetic akan lebih mudah menirukan dan menciptakan gerakan.
Seorang olahragawan yang cerdas kinesthetic akan dapat menyelesaikan dan
mencari alternatif gerakan. Penyelesaian gerakan tentu berbeda dengan
penyelesaian persamaan matematika, sehingga dalam hal ini orang yang cerdas gerak
badan boleh jadi tidak cerdas secara matematik dan sebaliknya.
3. Kecerdasan logical/mathematical
Bentuk
kecerdasan ini telah banyak diteliti oleh para ahli
4. Kecerdasan
visual/spatial
5. Kecerdasan verbal/linguistik
6. Kecerdasan interpersonal
7. Kecerdasan intrapersonal
8. Kecerdasan naturalistik
Konsep MI merupakan kritik terhadap Psychometric yang biasa digunakan
untuk mengukur kecerdasan manusia yang hanya bertumpu pada kekuatan otak kiri
manusia. Selama ini pengukuran
kecerdasan hanya pada aspek kuantitatif (logical) dan verbal. Manusia yang
memiliki skor rendah berdasarkan tes tersebut dianggap memiliki tingkat
kecerdasan rendah atau biasa disebut IQ (intelligence
quotion) rendah. Pengukuran kecerdasan dengan IQ dalam perkembangannya
dianggap tidak representatif, karena ada banyak fakta manusia dengan IQ rendah
tetapi ternyata dalam hidupnya lebih sukses daripada orang yang mempunyai
tingkat IQ tinggi. Orang dengan IQ yang pas-pasan ternyata dapat mempunyai
keahlian yang hebat dalam bidang-bidang tertentu, seperti ahli melukis, ahli
olah raga, ahli menyanyi, dan lain-lain. Kekuatan yang mendorong tes-tes MI
adalah bahwa tes-tes yang biasa dilakukan inkonsisten terhadap teori-teori
ilmiah besar yang mapan. MI bukanlah suatu domain atau disiplin ilmu
tersendiri. Konsep MI merupakan suatu jenis konstrak baru, tetapi MI tidak sama
dengan style atau gaya pembelajaran, gaya kognitif, atau gaya bekerja (Gardner,
1995).
MI sebagai suatu konsep baru
berdampak pada pembuatan desain dan kurikulum sekolah. Teori MI
menganjurkan bahwa ada beberapa
kecerdasan manusia yang relatif
independen dan dapat dijadikan mode dan dikombinasikan dalam
keserbaragaman cara agar sesuai dengan masing-masing individu dan budaya. Independensi
masing-masing jenis kecerdasan ini dapat ditunjukkan pada kasus orang tidak
dapat menguasai matematika, tetapi dia amat cepat membuat atau memahami arti
keindahan sebuah lukisan atau komposisi lagu. Kasus lainnya, seorang yang tidak
dapat memiliki kemampuan verbal dan spatial tetapi sangat cerdas dalam
gerak/kinesthetik. Dalam diri manusia mungkin terdapat satu, dua, tiga atau
lebih jenis kecerdasan yang menonjol. Jenis kecerdasan ini meungkin selanjutnya
berkaitan dengan learning style dan life style.
C. MI dan Perubahan Paradigmatik
Pembelajaran
Teori MI melahirkan suatu paradigma baru dalam penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran. Pertama, perubahan pola
pikir para guru. Pola pikir yang dimaksud dalam hal ini adalah para guru harus
mengubah cara berpikir bahwa di dalam kelas tidak ada siswa yang bodoh, apalagi
beranggapan bahwa sebagian siswa cerdas, sebagian sedang-sedang saja, dan
sebagian lainnya tidak cerdas. Dengan kata lain, guru harus memandang bahwa
pada dasarnya semua siswa adalah cerdas, cerdas dalam aspek yang
berbeda-beda. Kedua, perubahan desain dan strategi pembelajaran. Berdasarkan
asumsi bahwa setiap siswa mempunyai jenis kecerdasan yang berbeda, maka guru
perlu membuat desain pembelajaran yang variatif. Desain pembelajaran yang
variatif dimaksudkkan untuk memberi ruang kepada siswa dengan cara belajar yang
berbeda. Ada siswa yang mudah belajar dengan
cara melihat dengan komposisi warna-warna tertentu, ada yang mudah
menangkap dengan cara memberikan gerakan-gerakan, ada yang dapat
denganmendengar atau hanya dengan abstraksi saja.
Sebagai
sebuah konsep baru, aplikasi teori kecerdasan ganda di kelas masih dalam proses
eksploratif. Masing-masing guru dapat menerapkannya dengan berbagai cara.
Menurut Armstrong (2004) belum ada petunjuk standar yang harus diikuti,
gagasan-gagasan yang dikumukakan oleh para ahli selama ini barulah sebatas
usulan, seperti Armstrong sendiri mengusulkan pembelajaran dilakukan secara
tematis dengan memperhatikan keunikan atau jenis kecerdasan yang menonjol pada
setiap anak..
Contoh Aplikasi Musical Intelligence
dalam Strategi Pembelajaran
1.
Strategi Pembelajaran
a. Ruang kelas irama, nyanyian, dan lagu
b.
Discografis (menyediakan daftar musik pilihan untuk mrlrngkapi unit- unit atau
projek-projek)
c. Musik supermemory (untuk menolong siswa yang
memiliki kesulitan informasi untuk
mengingat dengan menyimpannya pada musik).
d.
Konsep-konsep musik abstrak (dicoba dengan membawa gambar-gambar atau kata-kata yang menggunakan pilihan musik
non-verbal)
e. Mood music ( dilakukan ketika dilakukan
ujian, sedang belajar, atau ketika
sedang kerja kelompok)
2.
Cara membantu MI siswa
a. Buatlah lab music yang mudah dijangkau, dengan
perlengkapan kaset, earphone, CD, dan lain-lain
b. Milikilah sebuah pusat latihan untuk tampil
(panggung), dengan peralatan perekaman,
perlatan musik, dan peralatan yang dapat dipakai untuk menentukan kecepatan
lagu (metroname).
c. Kreasikan sebuah lab untuk “listening”, dimana siswa dapat mendengan suara musik dan lainnya
dengan menggunakan stetoskop, walkie-talkie, botol-botol suara
3.
Teknik penataan kelas
a. Tatalah kelas dengan mengacu pada suatu lagu atau
buku lagu
b. Tentukan sebuah lagu wajib untuk masing-masing
siswa agar dinyanyikan tanpa kelas itu berhenti bernyanyi dimana semua siswa
menyanyi. Kemudian biarkanlah mereka menyanyikan suatu lagu dan menemukan teman
lainnya yang sedang menyanyikan lagu yang sama, jadikanlah mereka satu
kelompok.
c. Untuk maslalah disiplin, temukan musik pilihan
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi siswa.
d.
Sediakan musik yang mendorong bakat semua laku siswa
e. Ketika
seorang siswa merasa marah, berbicaralah kepada mereka suatu “permainan”
nyanyian favorit mereka di kepala mereka untuk menghindari rash.
Kritik terhadap MI
Kemunculan MI sebagai sebuah konstruk baru pada tahun 1983 telah
menimbulkan reaksi baik dari kalangan ahli psikologi maupun para ahli/praktisi
pendidikan. Beberapa kritikus yang gencar antara lain Susan W Mills(Frostburg State University),
Morgan, Elliot Eisner, Stenberg, dan
lain-lain. Beberapa isi dari kritik tersebut antara lain:
- Para ahli banyak yang bingung dengan konstruk MI tersebut, apakah ia termasuk sebuah domain atau sebuah disiplin.
- MI sulit dibedakan dengan sesuatu yang ada pada learning style, cognitive style, atau working style.
- Ada banyak macam jenis kecerdasan yang belum tercakup dalam konstruk MI Gardner, seperti kemampuan seseorang untuk memahami goresan lukisan, membuat/menghadirkan suatu kondisi benda pada sebuah kanvas, dan lain-lain.
- Definisi kecerdasan musical tidak jelas dan tidak cukup untuk menunjuk kemampuan tersebut, karena untuk menghasilkan kerja musik diperlukan pula bodily-kinesthetic, musical inttelegency.
- Teori MI tidak kompatibel dengan g (general intelelligence).
- Teori MI sebenarnya hamper sama dengan teori yang ada pada psychometric, hanya cakupannya yang ditambah.
- Sulit melakukan pengetesannya, karena dengan demikian perlu ada 7 atau 8 set alat tes. Terhadap kritik ini Gardner menyanggah bahwa sederet tes akan inkonsisten dengan sejumlah teori yang telah mapan.
Refleksi tentang MI
Gardner,
meskipun mengakui banyak kelemahan dari teorinya, tetapi dia tetap tidak mau
mencabut teorinya. Setelah ada banyak kritik dialamatkan kepada MI, Gardner
menulis sebuah artikel yang ditampilkan pada surat kabar Wiconsin Association for Supervision and Curriculum Development (WASCD)
dan ringakasannya di muat di Majalah Phi Delta Kappan pada bulan November 1995
(Mills, 2001). Setelah menulis artikel tersebut Gardner menyusun buku lagi yang diberi judul Intelliegence Reframed. Frames of mind yang memuat tujuh macam
intelegensi tersebut kemudian diusulkan untuk ditambah macamnya, diantaranya
adalah naturally intelligence.
Apakah inteligenci yang dalam
bahasa keseharian disebut talenta hanya ada 8, 9, atau sepuluh? Menurut Garden
mungkin ada banyak jenis kecerdasan, tapi 8 inilah yang baru saya kerjakan dan
saya identifikasi. Semoga akan tergali lagi pemikiran berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Thomas. 1987. In
their own way: Discovering and encouraging your child’s personal learning style.NewYork:
Tarcher/Putnam.
------------------------.2004. Sekolah
Para Juara. Jakarta:
Kaifa. Terjemahan Yudhi Murtanto. Judul Asli: Multiple Intelligences in the
Classroom. Virginia:
ASCD.
Carvin, Andy. 2005. Mucical Intelligence.Diperoleh
dari www.
Kushartanti, Wara. 2004. Optimalisasi Otak dalam Sistem Pendidikan
Berperadaban. Pidato Dies Natalis ke-40 Universitas Negeri Yogyakarta tgl 22
Mei 2004.
Gardner, Howard. 2003. Multiple
Intellegencies Kecerdasan Majemuk Teori dalam.
Praktik. Terjemahan Alexander Sindoro. Judul Asli : Multiple
Intelligences. Jakarta:
Interaksara
Grow, Gerald. 2005. Musical Intelligence. Diperoleh dari www.longleaf.net/ggrow.
Mills, Susan W. 2001. The Role of Musical Intelligence in a Multiple
Intelligences Focused Elementary School. International
Journal of Education & Arts. Volume 2 No 4. September 17, 2001.
Oleh: Bambang
Saeful Hadi*) FIS Universitas Negeri
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar